Ramadan, Uban Ibu, dan Rambut Ayah yang Mulai Botak

Diella Zuhdiyani
2 min readApr 11, 2024
Photo by Justin Veenema on Unsplash

Sejak pandemi muncul, di rumahku tiba-tiba ada “Cukur Rambut di Bawah Pohon Mangga”. Akulah tukang cukurnya dan ada dua pelanggan yang tidak pernah membayar; ayah dan ibuku. Sebagai tukang cukur dadakan, aku menyadari dua hal.

Pertama, ternyata mencukur rambut itu — untuk memastikan rata, terbentuk shade yang rapi, dan nggak ada pitak — sungguh syulit. Pelanggan no.1 yaitu ayah, pernah agak pundung karena aku membuat salah satu sisi rambutnya pitak. Mungkin ayah lupa, aku adalah Diella Zuhdiyani bukan Diella Hadisuwarno atau Diella Itje ataupun Diella Andrean. Sedangkan pelanggan no.2 yaitu ibu, lebih pasrah dan menerima apapun hasil cukuran anaknya.

Kedua, aku jadi lebih memerhatikan hal-hal kecil seperti uban dan rambut yang mulai menipis. Setelah mencukur, aku berusaha mengingat-ingat kapan terakhir rambut kedua pelangganku ini masih hitam kelam. Sepertinya sudah sangat lama. Dari “Cukur Rambut di Bawah Pohon Mangga” aku benar-benar merasakan bahwa ketika kita sebagai anak sibuk meniti jalan meraih asa, orang tua kitapun menua.

Dari uban dan rambut yang mulai botak, aku seperti melihat kuota kehidupan yang perlahan terkikis. Tanpa mengetahui seberapa banyak kuota yang dimiliki.

Mirip seperti acara tahunan — apapun bentuknya — bagiku come in handy sebagai salah satu measurement dalam hidup. Seperti “semasa hidupnya, dia mengalami 20 kali musim semi.” atau “sejauh ini, dia menjalani 27 kali bulan Ramadan”; dari pernyataan tersebut aku bisa mengira-ira seberapa lama seseorang menjalani perjalanan bernama kehidupan.

Dari acara tahunan, sama, bagiku seperti melihat kuota kehidupan yang perlahan terkikis. Tanpa mengetahui seberapa banyak kuota yang dimiliki.

Dari hal-hal ini — uban, kebotakan rambut, dan acara tahunan — aku menyimpulkan bahwa hidup itu akumulasi detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun, dekade yang di dalamnya banyak hal terjadi.

“O son Adam, you are nothing but a number of days. Whenever each day passes, then part of you has gone.” — Hasan Al Bashri, Islamic Scholar.
(May Allah SWT’s mercy be upon him)

To put simply, life means time. To elaborate little bit more, life is about how one’s time is spent.

Dari kacamataku, ada beberapa pertanyaan besar untuk menjawab bagaimana waktu kita dalam hidup digunakan:

Question 1: How do you define happiness?

Question 2: How do you measure success in your life?

Question 3: What are the key anchors in your decisions making?

Selamat berkelana menjawab pertanyaan-pertanyaan sakti ini :)

Dan selamat lebaran. Wishing everyone a joyous and warm Eid!
Pohon, pohon apa yang banyak di lebaran?
Pohon maaf lahir batin.. hehe

Ps. While having the beautiful Eid, keep the Palestinian cause in our thoughts and keep Palestinians in our prayers for their dignified victory soon.

-

Diella

--

--

Diella Zuhdiyani

A product person by day, an (aspiring) entrepreneur by heart — who writes professional and personal learnings here.